Al-Quran secara jelas memasukkan sifat pesimis dan
pemikiran buruk di antara perbuatan dosa yang jahat, dan
memperingatkan kaum Muslimin dari berpikir secara negatif
satu sama lain.
"Hai orang-orang yang beriman! Jauhilah
kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian
dari prasangka itu adalah dosa".
Agama Islam melarang sifat prasangka jika bukti yang
meyakinkan tidak ada. Rasulullah Saw. berkata:
"Seorang Muslim aman dari Muslim yang lain:
darahnya, hartanya dan (dilarang) bagi seorang
Muslim untuk berpikir secara negatif terhadap yang
lain."
(Tirmidzi, Bab 18, Ibnu Majah, Bab 2)
Jadi, karana diharamkan memindahkan harta seseorang
kepada orang lain tanpa bukti yang cukup, diharamkan juga
mencurigai orang dan menuduhnya berbuat jahat sebelum
membuktikan kesalahannya dengan bukti yang meyakinkan.
Amirul Mukminin Ali a.s. berkata:
Tidak dibenarkan menghukum sesuatu yang dapat
dipercaya hanya atas dasar spekulasi.
(Nahjul Balaghah, hal. 174)
Kemudian beliau menjelaskan hal-hal yang mudarat dan
merugikan dari sifat prasangka ketika beliau berkata:
Berhati-hatilah terhadap prasangka, karana
prasangka meruntuhkan ibadah dan membuat dosa
menjadi lebih besar.
(Ghurar Al-Hikam, hal. 154)
Bahkan beliau menggambarkan prasangka baik sebagai sifat
yang menindas.
Berprasangka (kepada pelaku perbuatan baik)
merupakan dosa yang paling buruk dan jenis
penindasan yang paling buruk.
(Ghurar Al-Hikam, hal. 434)
Beliau juga mengatakan bahwa berprasangka kepada orang
yang anda cintai menyebabkan hubungan menjadi lebih
buruk dan pada akhirnya akan memutuskannya. Imam Ali as.
menyatakan:
Barangsiapa yang berlebih-lebihan dalam
berprasangka. tidak meninggalkan kedamaian antara
dia dan yang dicintainya.
(Ghurar Al-Hikam, hal. 698)
Prasangka memiliki dampak yang bertentangan dengan batin
dan tingkah laku orang lain. juga kepada mereka yang
berprasangka. Kadang-kadang sifat prasangka menyeret
orang-orang tersangka dari jalan yang lurus dan
mengarahkan mereka kepada kerusakan dan kerendahan.
Imam Ali a.s. berkata:
Prasangka merusak berbagai urusan dan menghasut
kejahatan.
(Ghurar Al-Hikam, hal. 433)
Dr. Mardin menulis:
Beberapa pemilik usaha mencurigai para
karyawannya mencuri. sebaliknya, hal ini memaksa
tersangka untuk menjadi apa yang mereka
sangkakan. Walaupun prasangka tidak rampak dalam
kata-kata atau perbuatan, ia mempengaruhi batin si
tersangka dan mengarahkannya untuk melakukan
apa yang disangkakan kepadanya.
(Pirozi Fikr)
Mengenai prasangka, Imam Ali a.s. juga menyatakan:
Jauhilah prasangka ketika tidak pantas, karena hal ini
memanggil orang ya.ng sehat kepada sakit; dan
orang yang tidak berdosa kepada keraguan.
(Ghurar Al-Hikam, hal. 152)
Beliau juga menyatakan bahwa orang-orang yang menderita
penyakit prasangka terampas kesehatan jasmani dan
rohaninya:
Orang yang suka berprasangka tidak pernah dapat
ditemukan dalam keadaan sehat.
(Ghurar AI-Hikam, hal. 835)
Dr. Carl menulis mengenai hal ini:
Beberapa kebinasaan, seperti mengeluh dan
mencurigai orang, mengurangi kemampuan
seseorang untuk hidup. Kebiasaan perilaku yang.
negatif ini secara merugikan mempengaruhi orang
tersebut dan juga mempengaruhi kelenjar tubuh. Ia
juga menyebabkan kerusakan praktis pada tubuh.
(Rah Wa Rasm Zindaqi)
Dr. Mardin menambahkan:
Prasangka menghilangkan kesehatan dan
melemahkan kekuatan-kekuatan perilaku. Jiwa-jiwa
yang seimbang tidak pernah mendambakan
kerusakan. Mereka mengharapkan kebaikan di setiap
saat. karena mereka tahu bahwa kebaikan
merupakan kenyataan yang kekal. dan bahwa
kejahatan tidak lain kecuali pekerjaan yang
melemahkan kekuatan kebaikan. Karena kegelapan
merupakan akibat dari kurangnya cahaya. maka
carilah jalan yang terang, karana ia menghapus
kegelapan hati.
(Pirozi Fikr)
Orang-orang yang suka berprasangka merasa takut terhadap
orang lain, sebagaimana dikatakan oleh Imam Ali a.s.:
Barangsiapa yang suka berprasangka merasa takut
kepada siapa saja.
Dr. Farmer mengatakan:
Orang-orang yang .takur berbicara tentang berbagai
gagasan dan sudut pandangnya di muka umum, di
mana justru setiap orang secara terang-terangan
menyatakan berbagai pendapat mereka, dan yang
mencari tempat berlindung di tepi jalan dan di ujung
lorong untuk menghindari pertemuan dengan para
sahabatnya (yang berkumpul) di jalan-jalan yang
lebar atau di taman-taman umum, mereka dikuasai
oleh rasa takut, prasangka dan pesimis.
(Raz Khusbbakhti)
Salah satu faktor yang menyebabkan prasangka adalah
kenangan-kenangan buruk yang disembunyikan di dalam
batin seseorang. Imam Ali a.s, berkata:
Hati mempunyai dugaan-dugaan buruk dan hati
membencinya.
(Ghurar Al-Hikam, hal. 29)
Dr. Haleem Shakhter berkata:
Orang-orang yang kurang percaya diri mempunyai
kepekaan yang tinggi sehingga mereka akan
mengalami penderitaan-penderitaan hanya dari hal-
hal kecil.
Bekas-bekas dari penderitaan-penderitaan semacam
ini tetap berada dalam benak bawah sadar mereka
dan mempengaruhi berbagai tindakan, ucapan dan
pemikiran mereka. Segera setelah itu mereka jatuh
menjadi korban penyakit prasangka dan tidak
menyadari alasan di balik berbagai penderitaan
mereka.
Berbagai kenangan yang menyakitkan
menyembunyikan diri ke dalam perasaan kita dan
sangar sulit bagi kita untuk mengetahuinya. Dengan
kata lain, memang wajar bagi manusia untuk
menghindarkan diri dari berbagai kenangan pahit
dan mencoba menghilangkannya dari pikiran. Musuh
yang bersembunyi ini tidak pernah berhenti
menimbulkan kejahatan dan kebencian atas jiwa,
tingkah dan perilaku kita. Bahkan kadang-kadang kita
mendengar atau menemukan kata-kata atau
tindakan kira sendiri atau orang lain, yang karenanya
kita menyadari tidak adanya penjelasan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Maka jika kira dengan hati-
hati memeriksa diri, kira dapat menemukan bahwa
itu semua disebabkan oleh kenangan atau ingatan-
ingatan yang buruk.
(Rusdhe Shahkhsiat)
Orang yang berwatak rendah memilih diri mereka menjadi
hakim atas tindakan-tindakan orang lain, sehingga berbagai
kelakuan buruk orang lain berpengaruh padanya. Imam Ali
a.s. menunjukkan fakta ini ketika beliau berkata:
Para pelaku kejahatan tidak pernah berpikir baik
tentang orang lain karena mereka melihat orang lain
dengan wataknya sendiri.
(Ghurar Al-Hikam, hal. 80)
Sebagaimana dikutip Dr. Mann mengatakan:
Beberapa orang menguruk orang lain dengan
mengeluh tentang perbuatan-perbuatan mereka
sedangkan mereka, diri mereka sendiri, melakukan
perbuatan yang sama; mereka melakukan hal ini
untuk menebus kekurangan-kekurangan mereka
sendiri dan untuk semacam pertahanan diri. Sikap ini
digambarkan sebagai suatu cara menghindari rasa
gelisah; membandingkan orang lain dengan dirinya
merupakan suatu tindakan kemarahan. Ketika
keadaan tersebut memuncak dan pertahanan diri
semakin bertambah, mereka akhirnya berada pada
situasi 'kerusakan mental'. Sistem pertahanan ini
dapat timbul dengan melakukan SCSU3ru yang
secara sosial tidak dapat diterima dan pada gilirannya
menciptakan suatu 'perasaan ingin' menghubung-
hubungkannya dengan orang lain.
(Ushul e Ravanshenashi)
Ketika Rasulullah Saw. memasuki kota Madinah setelah
berhijrah dari Makkah, seorang lelaki mendatangi beliau dan
berkata: 'Wahai Rasulullah, orang-orang di kota ini adalah
orang-orang baik, mereka semua baik; engkau celah
melakukan suatu hal' yang tepat dengan datang ke sini".
Rasulullah Saw. berkata kepada lelaki itu: "Engkau berkata
benar". Kemudian lelaki lain mendatangi Nabi dan berkata:
“Rasulullah, orang-orang di kota ini jahat, akan lebih baik bila
engkau tidak hijrah kemari!" Kemudian Rasulullah berkata:
"Engkau berkata benar". Ketika orang-orang mendengar
jawaban Nabi kepada kedua lelaki itu, maka mereka pun
bertanya kepada beliau. Nabi memberi jawaban kepada
mereka: "Tiap-tiap orang itu berkata dengan apa yang ada
dalam benaknya, oleh karenanya kedua-duanya benar". Yang
Nabi Saw. maksudkan bahwa kedua lelaki itu benar terhadap
dirinya masing-masing.”
Jenis prasangka yang dilarang secara jelas dapat dipahami
sebagai suatu pemikiran yang sesat, dan sebagai
kecenderungan jiwa kepada pemikiran yang buruk serta
bersikeras terhadapnya. Yang lebih dilarang daripada jenis
prasangka ini adalah berbuat atasnya. Karena, berbagai
pemikiran dan dugaan yang ada dalam pikiran namun tanpa
ada perbuatan nyata dari individu, tidak dapat dianggap
berada di bawah wewenang hukum fiqih. Pemikiran-
pemikiran ini muncul di luar kemauan, menghindarinya juga
di luar kemauan; tetapi adalah kehendak individu untuk
mewujudkan atau tidak mewujudkannya dalam tindakan-
tindakan.
Berbagai kesengsaraan orang-orang pesimis -berasal dari
kekacauan yang mengerikan ini. Oleh karena itu, adalah
wajib bagi orang-orang yang dapat menunjukkan dengan
tepat suatu alasan yang menyebabkan mereka menjadi
terlalu berprasangka demi mengobati dan melepaskan diri
mereka dari kemalangan-kemalangan semacam ini.
pemikiran buruk di antara perbuatan dosa yang jahat, dan
memperingatkan kaum Muslimin dari berpikir secara negatif
satu sama lain.
"Hai orang-orang yang beriman! Jauhilah
kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian
dari prasangka itu adalah dosa".
Agama Islam melarang sifat prasangka jika bukti yang
meyakinkan tidak ada. Rasulullah Saw. berkata:
"Seorang Muslim aman dari Muslim yang lain:
darahnya, hartanya dan (dilarang) bagi seorang
Muslim untuk berpikir secara negatif terhadap yang
lain."
(Tirmidzi, Bab 18, Ibnu Majah, Bab 2)
Jadi, karana diharamkan memindahkan harta seseorang
kepada orang lain tanpa bukti yang cukup, diharamkan juga
mencurigai orang dan menuduhnya berbuat jahat sebelum
membuktikan kesalahannya dengan bukti yang meyakinkan.
Amirul Mukminin Ali a.s. berkata:
Tidak dibenarkan menghukum sesuatu yang dapat
dipercaya hanya atas dasar spekulasi.
(Nahjul Balaghah, hal. 174)
Kemudian beliau menjelaskan hal-hal yang mudarat dan
merugikan dari sifat prasangka ketika beliau berkata:
Berhati-hatilah terhadap prasangka, karana
prasangka meruntuhkan ibadah dan membuat dosa
menjadi lebih besar.
(Ghurar Al-Hikam, hal. 154)
Bahkan beliau menggambarkan prasangka baik sebagai sifat
yang menindas.
Berprasangka (kepada pelaku perbuatan baik)
merupakan dosa yang paling buruk dan jenis
penindasan yang paling buruk.
(Ghurar Al-Hikam, hal. 434)
Beliau juga mengatakan bahwa berprasangka kepada orang
yang anda cintai menyebabkan hubungan menjadi lebih
buruk dan pada akhirnya akan memutuskannya. Imam Ali as.
menyatakan:
Barangsiapa yang berlebih-lebihan dalam
berprasangka. tidak meninggalkan kedamaian antara
dia dan yang dicintainya.
(Ghurar Al-Hikam, hal. 698)
Prasangka memiliki dampak yang bertentangan dengan batin
dan tingkah laku orang lain. juga kepada mereka yang
berprasangka. Kadang-kadang sifat prasangka menyeret
orang-orang tersangka dari jalan yang lurus dan
mengarahkan mereka kepada kerusakan dan kerendahan.
Imam Ali a.s. berkata:
Prasangka merusak berbagai urusan dan menghasut
kejahatan.
(Ghurar Al-Hikam, hal. 433)
Dr. Mardin menulis:
Beberapa pemilik usaha mencurigai para
karyawannya mencuri. sebaliknya, hal ini memaksa
tersangka untuk menjadi apa yang mereka
sangkakan. Walaupun prasangka tidak rampak dalam
kata-kata atau perbuatan, ia mempengaruhi batin si
tersangka dan mengarahkannya untuk melakukan
apa yang disangkakan kepadanya.
(Pirozi Fikr)
Mengenai prasangka, Imam Ali a.s. juga menyatakan:
Jauhilah prasangka ketika tidak pantas, karena hal ini
memanggil orang ya.ng sehat kepada sakit; dan
orang yang tidak berdosa kepada keraguan.
(Ghurar Al-Hikam, hal. 152)
Beliau juga menyatakan bahwa orang-orang yang menderita
penyakit prasangka terampas kesehatan jasmani dan
rohaninya:
Orang yang suka berprasangka tidak pernah dapat
ditemukan dalam keadaan sehat.
(Ghurar AI-Hikam, hal. 835)
Dr. Carl menulis mengenai hal ini:
Beberapa kebinasaan, seperti mengeluh dan
mencurigai orang, mengurangi kemampuan
seseorang untuk hidup. Kebiasaan perilaku yang.
negatif ini secara merugikan mempengaruhi orang
tersebut dan juga mempengaruhi kelenjar tubuh. Ia
juga menyebabkan kerusakan praktis pada tubuh.
(Rah Wa Rasm Zindaqi)
Dr. Mardin menambahkan:
Prasangka menghilangkan kesehatan dan
melemahkan kekuatan-kekuatan perilaku. Jiwa-jiwa
yang seimbang tidak pernah mendambakan
kerusakan. Mereka mengharapkan kebaikan di setiap
saat. karena mereka tahu bahwa kebaikan
merupakan kenyataan yang kekal. dan bahwa
kejahatan tidak lain kecuali pekerjaan yang
melemahkan kekuatan kebaikan. Karena kegelapan
merupakan akibat dari kurangnya cahaya. maka
carilah jalan yang terang, karana ia menghapus
kegelapan hati.
(Pirozi Fikr)
Orang-orang yang suka berprasangka merasa takut terhadap
orang lain, sebagaimana dikatakan oleh Imam Ali a.s.:
Barangsiapa yang suka berprasangka merasa takut
kepada siapa saja.
Dr. Farmer mengatakan:
Orang-orang yang .takur berbicara tentang berbagai
gagasan dan sudut pandangnya di muka umum, di
mana justru setiap orang secara terang-terangan
menyatakan berbagai pendapat mereka, dan yang
mencari tempat berlindung di tepi jalan dan di ujung
lorong untuk menghindari pertemuan dengan para
sahabatnya (yang berkumpul) di jalan-jalan yang
lebar atau di taman-taman umum, mereka dikuasai
oleh rasa takut, prasangka dan pesimis.
(Raz Khusbbakhti)
Salah satu faktor yang menyebabkan prasangka adalah
kenangan-kenangan buruk yang disembunyikan di dalam
batin seseorang. Imam Ali a.s, berkata:
Hati mempunyai dugaan-dugaan buruk dan hati
membencinya.
(Ghurar Al-Hikam, hal. 29)
Dr. Haleem Shakhter berkata:
Orang-orang yang kurang percaya diri mempunyai
kepekaan yang tinggi sehingga mereka akan
mengalami penderitaan-penderitaan hanya dari hal-
hal kecil.
Bekas-bekas dari penderitaan-penderitaan semacam
ini tetap berada dalam benak bawah sadar mereka
dan mempengaruhi berbagai tindakan, ucapan dan
pemikiran mereka. Segera setelah itu mereka jatuh
menjadi korban penyakit prasangka dan tidak
menyadari alasan di balik berbagai penderitaan
mereka.
Berbagai kenangan yang menyakitkan
menyembunyikan diri ke dalam perasaan kita dan
sangar sulit bagi kita untuk mengetahuinya. Dengan
kata lain, memang wajar bagi manusia untuk
menghindarkan diri dari berbagai kenangan pahit
dan mencoba menghilangkannya dari pikiran. Musuh
yang bersembunyi ini tidak pernah berhenti
menimbulkan kejahatan dan kebencian atas jiwa,
tingkah dan perilaku kita. Bahkan kadang-kadang kita
mendengar atau menemukan kata-kata atau
tindakan kira sendiri atau orang lain, yang karenanya
kita menyadari tidak adanya penjelasan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Maka jika kira dengan hati-
hati memeriksa diri, kira dapat menemukan bahwa
itu semua disebabkan oleh kenangan atau ingatan-
ingatan yang buruk.
(Rusdhe Shahkhsiat)
Orang yang berwatak rendah memilih diri mereka menjadi
hakim atas tindakan-tindakan orang lain, sehingga berbagai
kelakuan buruk orang lain berpengaruh padanya. Imam Ali
a.s. menunjukkan fakta ini ketika beliau berkata:
Para pelaku kejahatan tidak pernah berpikir baik
tentang orang lain karena mereka melihat orang lain
dengan wataknya sendiri.
(Ghurar Al-Hikam, hal. 80)
Sebagaimana dikutip Dr. Mann mengatakan:
Beberapa orang menguruk orang lain dengan
mengeluh tentang perbuatan-perbuatan mereka
sedangkan mereka, diri mereka sendiri, melakukan
perbuatan yang sama; mereka melakukan hal ini
untuk menebus kekurangan-kekurangan mereka
sendiri dan untuk semacam pertahanan diri. Sikap ini
digambarkan sebagai suatu cara menghindari rasa
gelisah; membandingkan orang lain dengan dirinya
merupakan suatu tindakan kemarahan. Ketika
keadaan tersebut memuncak dan pertahanan diri
semakin bertambah, mereka akhirnya berada pada
situasi 'kerusakan mental'. Sistem pertahanan ini
dapat timbul dengan melakukan SCSU3ru yang
secara sosial tidak dapat diterima dan pada gilirannya
menciptakan suatu 'perasaan ingin' menghubung-
hubungkannya dengan orang lain.
(Ushul e Ravanshenashi)
Ketika Rasulullah Saw. memasuki kota Madinah setelah
berhijrah dari Makkah, seorang lelaki mendatangi beliau dan
berkata: 'Wahai Rasulullah, orang-orang di kota ini adalah
orang-orang baik, mereka semua baik; engkau celah
melakukan suatu hal' yang tepat dengan datang ke sini".
Rasulullah Saw. berkata kepada lelaki itu: "Engkau berkata
benar". Kemudian lelaki lain mendatangi Nabi dan berkata:
“Rasulullah, orang-orang di kota ini jahat, akan lebih baik bila
engkau tidak hijrah kemari!" Kemudian Rasulullah berkata:
"Engkau berkata benar". Ketika orang-orang mendengar
jawaban Nabi kepada kedua lelaki itu, maka mereka pun
bertanya kepada beliau. Nabi memberi jawaban kepada
mereka: "Tiap-tiap orang itu berkata dengan apa yang ada
dalam benaknya, oleh karenanya kedua-duanya benar". Yang
Nabi Saw. maksudkan bahwa kedua lelaki itu benar terhadap
dirinya masing-masing.”
Jenis prasangka yang dilarang secara jelas dapat dipahami
sebagai suatu pemikiran yang sesat, dan sebagai
kecenderungan jiwa kepada pemikiran yang buruk serta
bersikeras terhadapnya. Yang lebih dilarang daripada jenis
prasangka ini adalah berbuat atasnya. Karena, berbagai
pemikiran dan dugaan yang ada dalam pikiran namun tanpa
ada perbuatan nyata dari individu, tidak dapat dianggap
berada di bawah wewenang hukum fiqih. Pemikiran-
pemikiran ini muncul di luar kemauan, menghindarinya juga
di luar kemauan; tetapi adalah kehendak individu untuk
mewujudkan atau tidak mewujudkannya dalam tindakan-
tindakan.
Berbagai kesengsaraan orang-orang pesimis -berasal dari
kekacauan yang mengerikan ini. Oleh karena itu, adalah
wajib bagi orang-orang yang dapat menunjukkan dengan
tepat suatu alasan yang menyebabkan mereka menjadi
terlalu berprasangka demi mengobati dan melepaskan diri
mereka dari kemalangan-kemalangan semacam ini.
di Ambil dari ebook
PSIKOLOGI ISLAM
Membangun Kembali Moral Generasi Muda
karya Sayyid Mujtaba Musavi Lari
Membangun Kembali Moral Generasi Muda
karya Sayyid Mujtaba Musavi Lari
0 komentar:
Post a Comment