Friday 17 January 2014

Sikap Islam Terhadap Sifat Pesimis

Al-Quran secara jelas memasukkan sifat pesimis dan

pemikiran buruk di antara perbuatan dosa yang jahat, dan

memperingatkan kaum Muslimin dari berpikir secara negatif

satu sama lain.

"Hai orang-orang yang beriman! Jauhilah

kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian

dari prasangka itu adalah dosa".

Agama Islam melarang sifat prasangka jika bukti yang

meyakinkan tidak ada. Rasulullah Saw. berkata:

"Seorang Muslim aman dari Muslim yang lain:

darahnya, hartanya dan (dilarang) bagi seorang

Muslim untuk berpikir secara negatif terhadap yang

lain."

(Tirmidzi, Bab 18, Ibnu Majah, Bab 2)

Jadi, karana diharamkan memindahkan harta seseorang

kepada orang lain tanpa bukti yang cukup, diharamkan juga

mencurigai orang dan menuduhnya berbuat jahat sebelum

membuktikan kesalahannya dengan bukti yang meyakinkan.

Amirul Mukminin Ali a.s. berkata:

Tidak dibenarkan menghukum sesuatu yang dapat

dipercaya hanya atas dasar spekulasi.

(Nahjul Balaghah, hal. 174)

Kemudian beliau menjelaskan hal-hal yang mudarat dan

merugikan dari sifat prasangka ketika beliau berkata:

Berhati-hatilah terhadap prasangka, karana

prasangka meruntuhkan ibadah dan membuat dosa

menjadi lebih besar.

(Ghurar Al-Hikam, hal. 154)

Bahkan beliau menggambarkan prasangka baik sebagai sifat

yang menindas.

Berprasangka (kepada pelaku perbuatan baik)

merupakan dosa yang paling buruk dan jenis

penindasan yang paling buruk.

(Ghurar Al-Hikam, hal. 434)

Beliau juga mengatakan bahwa berprasangka kepada orang

yang anda cintai menyebabkan hubungan menjadi lebih

buruk dan pada akhirnya akan memutuskannya. Imam Ali as.

menyatakan:

Barangsiapa yang berlebih-lebihan dalam

berprasangka. tidak meninggalkan kedamaian antara

dia dan yang dicintainya.

(Ghurar Al-Hikam, hal. 698)

Prasangka memiliki dampak yang bertentangan dengan batin

dan tingkah laku orang lain. juga kepada mereka yang

berprasangka. Kadang-kadang sifat prasangka menyeret

orang-orang tersangka dari jalan yang lurus dan

mengarahkan mereka kepada kerusakan dan kerendahan.

Imam Ali a.s. berkata:

Prasangka merusak berbagai urusan dan menghasut

kejahatan.

(Ghurar Al-Hikam, hal. 433)

Dr. Mardin menulis:

Beberapa pemilik usaha mencurigai para

karyawannya mencuri. sebaliknya, hal ini memaksa

tersangka untuk menjadi apa yang mereka

sangkakan. Walaupun prasangka tidak rampak dalam

kata-kata atau perbuatan, ia mempengaruhi batin si

tersangka dan mengarahkannya untuk melakukan

apa yang disangkakan kepadanya.

(Pirozi Fikr)

Mengenai prasangka, Imam Ali a.s. juga menyatakan:

Jauhilah prasangka ketika tidak pantas, karena hal ini

memanggil orang ya.ng sehat kepada sakit; dan

orang yang tidak berdosa kepada keraguan.

(Ghurar Al-Hikam, hal. 152)

Beliau juga menyatakan bahwa orang-orang yang menderita

penyakit prasangka terampas kesehatan jasmani dan

rohaninya:

Orang yang suka berprasangka tidak pernah dapat

ditemukan dalam keadaan sehat.

(Ghurar AI-Hikam, hal. 835)

Dr. Carl menulis mengenai hal ini:

Beberapa kebinasaan, seperti mengeluh dan

mencurigai orang, mengurangi kemampuan

seseorang untuk hidup. Kebiasaan perilaku yang.

negatif ini secara merugikan mempengaruhi orang

tersebut dan juga mempengaruhi kelenjar tubuh. Ia

juga menyebabkan kerusakan praktis pada tubuh.

(Rah Wa Rasm Zindaqi)

Dr. Mardin menambahkan:

Prasangka menghilangkan kesehatan dan

melemahkan kekuatan-kekuatan perilaku. Jiwa-jiwa

yang seimbang tidak pernah mendambakan

kerusakan. Mereka mengharapkan kebaikan di setiap

saat. karena mereka tahu bahwa kebaikan

merupakan kenyataan yang kekal. dan bahwa

kejahatan tidak lain kecuali pekerjaan yang

melemahkan kekuatan kebaikan. Karena kegelapan

merupakan akibat dari kurangnya cahaya. maka

carilah jalan yang terang, karana ia menghapus

kegelapan hati.

(Pirozi Fikr)

Orang-orang yang suka berprasangka merasa takut terhadap

orang lain, sebagaimana dikatakan oleh Imam Ali a.s.:

Barangsiapa yang suka berprasangka merasa takut

kepada siapa saja.

Dr. Farmer mengatakan:

Orang-orang yang .takur berbicara tentang berbagai

gagasan dan sudut pandangnya di muka umum, di

mana justru setiap orang secara terang-terangan

menyatakan berbagai pendapat mereka, dan yang

mencari tempat berlindung di tepi jalan dan di ujung

lorong untuk menghindari pertemuan dengan para

sahabatnya (yang berkumpul) di jalan-jalan yang

lebar atau di taman-taman umum, mereka dikuasai

oleh rasa takut, prasangka dan pesimis.

(Raz Khusbbakhti)

Salah satu faktor yang menyebabkan prasangka adalah

kenangan-kenangan buruk yang disembunyikan di dalam

batin seseorang. Imam Ali a.s, berkata:

Hati mempunyai dugaan-dugaan buruk dan hati

membencinya.

(Ghurar Al-Hikam, hal. 29)

Dr. Haleem Shakhter berkata:

Orang-orang yang kurang percaya diri mempunyai

kepekaan yang tinggi sehingga mereka akan

mengalami penderitaan-penderitaan hanya dari hal-
hal kecil.

Bekas-bekas dari penderitaan-penderitaan semacam

ini tetap berada dalam benak bawah sadar mereka

dan mempengaruhi berbagai tindakan, ucapan dan

pemikiran mereka. Segera setelah itu mereka jatuh

menjadi korban penyakit prasangka dan tidak

menyadari alasan di balik berbagai penderitaan

mereka.

Berbagai kenangan yang menyakitkan

menyembunyikan diri ke dalam perasaan kita dan

sangar sulit bagi kita untuk mengetahuinya. Dengan

kata lain, memang wajar bagi manusia untuk

menghindarkan diri dari berbagai kenangan pahit

dan mencoba menghilangkannya dari pikiran. Musuh

yang bersembunyi ini tidak pernah berhenti

menimbulkan kejahatan dan kebencian atas jiwa,

tingkah dan perilaku kita. Bahkan kadang-kadang kita

mendengar atau menemukan kata-kata atau

tindakan kira sendiri atau orang lain, yang karenanya

kita menyadari tidak adanya penjelasan yang dapat

dipertanggungjawabkan. Maka jika kira dengan hati-
hati memeriksa diri, kira dapat menemukan bahwa

itu semua disebabkan oleh kenangan atau ingatan-
ingatan yang buruk.

(Rusdhe Shahkhsiat)

Orang yang berwatak rendah memilih diri mereka menjadi

hakim atas tindakan-tindakan orang lain, sehingga berbagai

kelakuan buruk orang lain berpengaruh padanya. Imam Ali

a.s. menunjukkan fakta ini ketika beliau berkata:

Para pelaku kejahatan tidak pernah berpikir baik

tentang orang lain karena mereka melihat orang lain

dengan wataknya sendiri.

(Ghurar Al-Hikam, hal. 80)

Sebagaimana dikutip Dr. Mann mengatakan:

Beberapa orang menguruk orang lain dengan

mengeluh tentang perbuatan-perbuatan mereka

sedangkan mereka, diri mereka sendiri, melakukan

perbuatan yang sama; mereka melakukan hal ini

untuk menebus kekurangan-kekurangan mereka

sendiri dan untuk semacam pertahanan diri. Sikap ini

digambarkan sebagai suatu cara menghindari rasa

gelisah; membandingkan orang lain dengan dirinya

merupakan suatu tindakan kemarahan. Ketika

keadaan tersebut memuncak dan pertahanan diri

semakin bertambah, mereka akhirnya berada pada

situasi 'kerusakan mental'. Sistem pertahanan ini

dapat timbul dengan melakukan SCSU3ru yang

secara sosial tidak dapat diterima dan pada gilirannya

menciptakan suatu 'perasaan ingin' menghubung-
hubungkannya dengan orang lain.

(Ushul e Ravanshenashi)

Ketika Rasulullah Saw. memasuki kota Madinah setelah

berhijrah dari Makkah, seorang lelaki mendatangi beliau dan

berkata: 'Wahai Rasulullah, orang-orang di kota ini adalah

orang-orang baik, mereka semua baik; engkau celah

melakukan suatu hal' yang tepat dengan datang ke sini".

Rasulullah Saw. berkata kepada lelaki itu: "Engkau berkata

benar". Kemudian lelaki lain mendatangi Nabi dan berkata:

“Rasulullah, orang-orang di kota ini jahat, akan lebih baik bila

engkau tidak hijrah kemari!" Kemudian Rasulullah berkata:

"Engkau berkata benar". Ketika orang-orang mendengar

jawaban Nabi kepada kedua lelaki itu, maka mereka pun

bertanya kepada beliau. Nabi memberi jawaban kepada

mereka: "Tiap-tiap orang itu berkata dengan apa yang ada

dalam benaknya, oleh karenanya kedua-duanya benar". Yang

Nabi Saw. maksudkan bahwa kedua lelaki itu benar terhadap

dirinya masing-masing.”

Jenis prasangka yang dilarang secara jelas dapat dipahami

sebagai suatu pemikiran yang sesat, dan sebagai

kecenderungan jiwa kepada pemikiran yang buruk serta

bersikeras terhadapnya. Yang lebih dilarang daripada jenis

prasangka ini adalah berbuat atasnya. Karena, berbagai

pemikiran dan dugaan yang ada dalam pikiran namun tanpa

ada perbuatan nyata dari individu, tidak dapat dianggap

berada di bawah wewenang hukum fiqih. Pemikiran-
pemikiran ini muncul di luar kemauan, menghindarinya juga

di luar kemauan; tetapi adalah kehendak individu untuk

mewujudkan atau tidak mewujudkannya dalam tindakan-
tindakan.

Berbagai kesengsaraan orang-orang pesimis -berasal dari

kekacauan yang mengerikan ini. Oleh karena itu, adalah

wajib bagi orang-orang yang dapat menunjukkan dengan

tepat suatu alasan yang menyebabkan mereka menjadi

terlalu berprasangka demi mengobati dan melepaskan diri

mereka dari kemalangan-kemalangan semacam ini.


di Ambil dari ebook
PSIKOLOGI ISLAM

Membangun Kembali Moral Generasi Muda

 karya Sayyid Mujtaba Musavi Lari

0 komentar:

Post a Comment